Tri Kusniati's Blog...
" This is My BLOG...all about Me,Family,Beloved and Everything was happen in my Life "
Visitor, Arigatou ne...
Saturday, 18 January 2014
Katy Perry - Unconditionally
Saturday, 14 December 2013
Saturday, 3 March 2012
INTERNSHIP at ARYASENA ART & FURNITURE
2. Searching Titles for The FINAL TASK!!
3. Step by step in preparing the final journey!!!
Thursday, 12 January 2012
Pantaskah Kita Mengeluh,,,???
Ketika kita mengeluh :
“Ah mana mungkin.....”
Allah menjawab :
“Jika AKU menghendaki,cukup Ku berkata “Jadi”,maka jadilah
(QS. Yasin ; 82)
Ketika kita mengeluh :
“Capek banget gw....”
Allah menjawab :
“...dan KAMI jadikan tidurmu untuk istirahat.”
(QS.An-Naba :9)
Ketika kita mengeluh :
“Berat banget yah,gak sanggup rasanya...”
Allah menjawab :
“AKU tidak membebani seseorang,
melainkan sesuai kesanggupan.” (QS. Al-Baqarah : 286)
Ketika kita mengeluh :
“Stressss nih...Panik...”
Allah menjawab :
“Hanya dengan mengingatku hati akan menjadi tenang”.
(QS.Ar-Ro’ d :28)
Ketika kita mengeluh :
“Yaaaahh... ini mah semua bakal sia-sia..”
Allah menjawab :
”Siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji dzarah sekalipun,niscaya ia akan melihat
balasannya”.
(QS. Al-Zalzalah :7)
Ketika kita mengeluh :
“Gile aje..gw sendirian..gak ada seorangpun yang mau bantuin...”
Allah menjawab :
“Berdoalah (mintalah kepadaKU,niscaya Aku kabulkan untukmu”.
(QS. Al-Mukmin :60)
Ketika kita mengeluh :
“ Duh..sedih banget deh gw...”
Allah menjawab :
“La Tahzan, Innallaha Ma’ ana. Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita:.
(QS. At-Taubah :40)
kita semua yg mulai galau atas perhatian Allah yg serasa jauh dari kita padahal sebaliknya Allah dekat selalu
(QS. Al-Baqarah 186)
via Kembang Anggrek
Saturday, 17 December 2011
"Bacalah.......! Dan Menagislah Jika Kalian Hendak Menagis.....!
Cerita ini adalah kisah nyata… dimana
perjalanan hidup ini ditulis oleh seorang
istri dari teman saya yang di simpan
dalam sebuah laptopnya.Bacalah,
semoga kisah nyata ini menjadi pelajaran
bagi kita semua.(semoga menjadi
pengingat bagiku, ketika ku sudah
melangkah ke dalam kehidupan baru)
***
Cinta itu butuh kesabaran…
Sampai dimanakah kita harus bersabar
menanti cinta kita???
Hari itu.. aku dengannya berkomitmen
untuk menjaga cinta kita..
Aku menjadi perempuan yg paling
bahagia…..
Pernikahan kami sederhana namun
meriah…..
Ia menjadi pria yang sangat romantis
pada waktu itu.
Aku bersyukur menikah dengan seorang
pria yang shaleh, pintar, tampan &
mapan pula.
Ketika kami berpacaran dia sudah sukses
dalam karirnya.
Kami akan berbulan madu di tanah suci,
itu janjinya ketika kami berpacaran
dulu..Dan setelah menikah, aku
mengajaknya untuk umroh ke tanah
suci….
Aku sangat bahagia dengannya, dan
dianya juga sangat memanjakan aku…
sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa
sayangnya pada ku.
Banyak orang yang bilang kami adalah
pasangan yang serasi. Sangat terlihat
sekali bagaimana suamiku
memanjakanku. Dan aku bahagia
menikah dengannya.
***
Lima tahun berlalu sudah kami menjadi
suami istri, sangat tak terasa waktu
begitu cepat berjalan walaupun kami
hanya hidup berdua saja karena sampai
saat ini aku belum bisa memberikannya
seorang malaikat kecil (bayi) di tengah
keharmonisan rumah tangga kami.
Karena dia anak lelaki satu-satunya
dalam keluarganya, jadi aku harus
berusaha untuk
mendapatkan penerus generasi
baginya.Alhamdulillah saat itu suamiku
mendukungku…Ia mengaggap Allah
belum mempercayai kami untuk menjaga
titipan-NYA.
Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal
kami menikah, ibu & adiknya tidak
menyukaiku. Aku sering mendapat
perlakuan yang tidak menyenangkan dari
mereka, namun aku selalu berusaha
menutupi hal itu dari suamiku…
Didepan suami ku mereka berlaku sangat
baik padaku, tapi dibelakang suami ku,
aku dihina-hina oleh mereka…Pernah
suatu ketika satu tahun usia pernikahan
kami, suamiku mengalami kecelakaan,
mobilnya hancur. Alhamdulillah suami ku
selamat dari maut yang hampir membuat
ku menjadi seorang janda itu.
Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia
belum sadarkan diri setelah kecelakaan.
Aku selalu menemaninya siang & malam
sambil kubacakan ayat-ayat suci Al –
Qur’an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah
sakit dan dari tempat aku melakukan
aktivitas sosial ku, aku sibuk mengurus
suamiku yang sakit karena
kecelakaan.Namun saat ketika aku
kembali ke rumah sakit setelah dari
rumah kami, aku melihat di dalam
kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan
teman-teman suamiku, dan disaat itu
juga.. aku melihat ada seorang wanita
yang sangat akrab mengobrol dengan ibu
mertuaku. Mereka tertawa menghibur
suamiku.
Alhamdulillah suamiku ternyata sudah
sadar, aku menangis ketika melihat suami
ku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih
di hadapannya.
Kubuka pintu yang tertutup rapat itu
sambil mengatakan,
“Assalammu’ alaikum” dan mereka
menjawab salam ku. Aku berdiam
sejenak di depan pintu dan mereka
semua melihatku. Suamiku menatapku
penuh manja, mungkin ia kangen padaku
karena sudah 5 hari mata nya selalu
tertutup.
Tangannya melambai, mengisyaratkan
aku untuk memegang tangannya erat.
Setelah aku menghampirinya, kucium
tangannya sambil berkata
“Assalammu’ alaikum”, ia pun menjawab
salam ku dengan suaranya yg lirih namun
penuh dengan cinta. Aku pun senyum
melihat wajahnya.
Lalu.. Ibu nya berbicara denganku …
“Fis, kenalkan ini Desi teman Fikri”.
Aku teringat cerita dari suamiku bahwa
teman baiknya pernah mencintainya,
perempuan itu bernama Desi dan dia
sangat akrab dengan keluarga suamiku.
Hingga akhirnya aku bertemu dengan
orangnya juga. Aku pun langsung berjabat
tangan dengannya, tak banyak aku bicara
di dalam ruangan tersebut,aku tak
mengerti apa yg mereka bicarakan.
Aku sibuk membersihkan & mengobati
luka-luka di kepala suamiku, baru
sebentar aku membersihkan mukanya,
tiba-tiba adik ipar ku yang bernama Dian
mengajakku keluar, ia minta ditemani ke
kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya.
Kemudian aku pun menemaninya.
Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata,
”lebih baik kau pulang saja, ada kami yg
menjaga abang disini. Kau istirahat saja. ”
Anehnya, aku tak diperbolehkan
berpamitan dengan suamiku dengan
alasan abang harus banyak beristirahat
dan karena psikologisnya masih labil. Aku
berdebat dengannya mempertanyakan
mengapa aku tidak diizinkan berpamitan
dengan suamiku. Tapi tiba-tiba ibu
mertuaku datang menghampiriku dan ia
juga mengatakan hal yang sama.
Nantinya dia akan memberi alasan pada
suamiku mengapa aku pulang tak
berpamitan padanya, toh suamiku selalu
menurut apa kata ibunya, baik ibunya
Salah ataupun Tidak, suamiku tetap saja
membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi
meninggalkan rumah sakit itu dengan
linangan air mata.
Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan
menjenguk suamiku sampai ia kembali
dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa
menangis dalam kesendirianku. Menangis
mengapa mereka sangat membenciku.
***
Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang
ada di benakku aku takut kehilangannya,
aku takut cintanya dibagi dengan yang
lain.Pagi itu, pada saat aku
membersihkan pekarangan rumah kami,
suamiku memanggil ku ke taman
belakang, ia baru saja selesai sarapan, ia
mengajakku duduk di ayunan favorit kami
sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan
di kolam air mancur itu.
Aku bertanya, ”Ada apa kamu
memanggilku?”
Ia berkata, ”Besok aku akan menjenguk
keluargaku di Sabang”
Aku menjawab, ”Ia sayang.. aku tahu, aku
sudah mengemasi barang-barang kamu
di travel bag dan kamu sudah
memeegang tiket bukan?”
“ Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma
3 minggu aku disana, aku juga sudah
lama tidak bertemu dengan keluarga
besarku sejak kita menikah dan aku akan
pulang dengan mama ku”, jawabnya
tegas.
“Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir
hanya seminggu saja kamu disana?“,
tanya ku balik kepadanya penuh dengan
rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa
karena ia baru memberitahukan rencana
kepulanggannya itu, padahal aku telah
bersusah payah mencarikan tiket
pesawat untuknya.
”Mama minta aku yang menemaninya
saat pulang nanti”, jawabnya tegas.
”Sekarang aku ingin seharian dengan
kamu karena nanti kita 3 minggu tidak
bertemu, ya kan?”, lanjut nya lagi sambil
memelukku dan mencium keningku.
Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi
tak boleh aku tunjukkan pada nya.
Bahagianya aku dimanja dengan suami
yang penuh dengan rasa sayang &
cintanya walau terkadang ia bersikap
kurang adil terhadapku.
Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal
aku ingin bersama Suamiku, tapi karena
keluarganya tidak menyukaiku hanya
karena mereka cemburu padaku karena
Suamiku sangat sayang padaku.
Kemudian aku memutuskan agar ia saja
yg pergi dan kami juga harus berhemat
dalam pengeluaran anggaran rumah
tangga kami.
Karena ini acara sakral bagi keluarganya,
jadi seluruh keluarganya harus komplit.
Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan
diperdulikan oleh keluarganya harus
datang ataupun tidak. Tidak hadir justru
membuat mereka sangat senang dan aku
pun tak mau membuat riuh keluarga ini.
Malam sebelum kepergiannya, aku
menangis sambil membereskan
keperluan yang akan dibawanya ke
Sabang, ia menatapku dan menghapus
airmata yang jatuh dipipiku, lalu aku
peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak
merelakan dia pergi seakan terjadi
sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang
akan terjadi. Aku hanya bisa menangis
karena akan ditinggal pergi olehnya.
Aku tidak pernah ditinggal pergi selama
ini, karena kami selalu bersama-sama
kemana pun ia pergi.
Apa mungkin aku sedih karena aku
sendirian dan tidak memiliki teman,
karena biasanya hanya pembantu sajalah
teman mengobrolku.Hati ini sedih akan di
tinggal pergi olehnya.
Sampai keesokan harinya, aku terus
menangis.. menangisi kepergiannya. Aku
tak tahu mengapa sesedih ini,
perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh
berburuk sangka. Aku harus percaya
apada suamiku. Dia pasti akan selalu
menelponku.
***
Berjauhan dengan suamiku, aku merasa
sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri.
Untunglah aku mempunyai kesibukan
sebagai seorang aktivis, jadinya aku tak
terlalu kesepian ditinggal pergi ke
Sabang.
Saat kami berhubungan jarak jauh,
komunikasi kami memburuk dan aku pun
jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali
seperti di lilit oleh tali. Tak tahan aku
menahan rasa sakit dirahimku ini,
sampai-sampai aku mengalami
pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit
oleh adik laki-lakiku yang kebetulan
menemaniku disana. Dokter memvonis
aku terkena kanker mulut rahim stadium
3.
Aku menangis.. apa yang bisa aku
banggakan lagi..
Mertuaku akan semakin menghinaku,
suamiku yang malang yang selalu
berharap akan punya keturunan dari
rahimku.. namun aku tak bisa
memberikannya keturunan. Dan
kemudian aku hanya bisa memeluk
adikku.
Aku kangen pada suamiku, aku selalu
menunggu ia pulang dan bertanya-tanya,
“kapankah ia segera pulang?” aku tak
tahu..Sementara suamiku disana, aku
tidak tahu mengapa ia selalu marah-
marah jika menelponku. Bagaimana aku
akan menceritakan kondisiku jika ia selalu
marah-marah terhadapku..
Lebih baik aku tutupi dulu tentang hal ini
dan aku juga tak mau membuatnya
khawatir selama ia berada di
Sabang.Lebih baik nanti saja ketika ia
sudah pulang dari Sabang, aku akan cerita
padanya. Setiap hari aku menanti
suamiku pulang, hari demi hari aku
hitung…
Sudah 3 minggu suamiku di Sabang,
malam itu ketika aku sedang melihat
foto-foto kami, ponselku berbunyi
menandakan ada sms yang masuk.
Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari
suamiku yang sms.
Ia menulis, “aku sudah beli tiket untuk
pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku
akan kabarin lagi”.Hanya itu saja yang
diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku
pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari
yg aku tunggu pun tiba, aku menantinya di
rumah.
Sebagai seorang istri, aku pun berdandan
yang cantik dan memakai parfum
kesukaannya untuk menyambut suamiku
pulang, dan nantinya aku juga akan
menyelesaikan masalah komunikasi kami
yg buruk akhir-akhir ini.
Bel pun berbunyi, kubukakan pintu
untuknya dan ia pun mengucap salam.
Sebelum masuk, aku pegang tangannya
kedepan teras namun ia tetap berdiri,
aku membungkuk untuk melepaskan
sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua
kakinya, aku tak mau ada syaithan yang
masuk ke dalam rumah kami.Setelah itu
akupun berdiri langsung mencium
tangannya tapi apa reaksinya..
Masya Allah.. ia tidak mencium keningku,
ia hanya diam dan langsung naik
keruangan atas, kemudian mandi dan
tidur tanpa bertanya kabarku..
Aku hanya berpikir, mungkin dia capek.
Aku pun segera merapikan bawaan nya
sampai aku pun tertidur. Malam
menunjukkan 1/3 malam, mengingatkan
aku pada tempat mengadu yaitu Allah,
Sang Maha Pencipta.Biasa nya kami
selalu berjama’ ah, tapi karena melihat
nya tidur sangat pulas, aku tak tega
membangunkannya. Aku hanya mengelus
wajahnya dan aku cium keningnya, lalu
aku sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3
raka’at.
***
Aku mendengar suara mobilnya, aku
terbangun lalu aku melihat dirinya dari
balkon kamar kami yang bersiap-siap
untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi
ia tak mendengar. Kemudian aku ambil
jilbabku dan aku berlari dari atas ke
bawah tanpa memperdulikan darah yg
bercecer dari rahimku untuk mengejarnya
tapi ia begitu cepat pergi.
Aku merasa ada yang aneh dengan
suamiku. Ada apa dengan suamiku?
Mengapa ia bersikap tidak biasa
terhadapku?
Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku
mengatakan ada sesuatu. Saat itu juga
aku langsung menelpon kerumah
mertuaku dan kebetulan Dian yang
mengangkat telponnya, aku bercerita dan
aku bertanya apa yang sedang terjadi
dengan suamiku. Dengan enteng ia
menjawab, “Loe pikir aja sendiri!!!”.
Telpon pun langsung terputus.
Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam
kecemasan. Mengapa suamiku berubah
setelah ia kembali dari kota kelahirannya.
Mengapa ia tak mau berbicara padaku,
apalagi memanjakan aku.
Semakin hari ia menjadi orang yang
pendiam, seakan ia telah melepas
tanggung jawabnya sebagai seorang
suami. Kami hanya berbicara seperlunya
saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu
bertanya aku dari mana dan mengapa
pulang terlambat dan ia bertanya dengan
nada yg keras. Suamiku telah
berubah..Bahkan yang membuat ku
kaget, aku pernah dituduhnya berzina
dengan mantan pacarku. Ingin rasanya
aku menampar suamiku yang telah
menuduhku serendah itu, tapi aku selalu
ingat.. sebagaimana pun salahnya
seorang suami, status suami tetap di
atas para istri, itu pedoman yang aku
pegang.
Aku hanya berdo’a semoga suamiku
sadar akan prilakunya.
Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung
berubah juga. Aku menangis setiap
malam, lelah menanti seperti ini, kami
seperti orang asing yang baru saja
berkenalan.
Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah
sirna. Walaupun kondisinya tetap seperti
itu, aku tetap merawatnya & menyiakan
segala yang ia perlukan. Penyakitkupun
masih aku simpan dengan baik dan
sekalipun ia tak pernah bertanya perihal
obat apa yang aku minum. Kebahagiaan
ku telah sirna, harapan menjadi ibu pun
telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini
semua akan berakhir.
Bersyukurlah.. aku punya penghasilan
sendiri dari aktifitasku sebagai seorang
guru ngaji, jadi aku tak perlu meminta
uang padanya hanya untuk pengobatan
kankerku. Aku pun hanya berobat
semampuku.Sungguh.. suami yang dulu
aku puja dan aku banggakan, sekarang
telah menjadi orang asing bagiku, setiap
aku bertanya ia selalu menyuruhku untuk
berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu
setelah makan malam usai, suamiku
memanggilku.
“Ya, ada apa Yah!” sahutku dengan
memanggil nama kesayangannya “Ayah”.
“Lusa kita siap-siap ke Sabang ya.”
Jawabnya tegas.
“Ada apa? Mengapa?”, sahutku penuh
dengan keheranan.
Astaghfirullah.. suami ku yang dulu
lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, dia
membentakku. Sehingga tak ada lagi
kelanjutan diskusi antara kami.
Dia mengatakan ”Kau ikut saja jangan
banyak tanya!!”
Lalu aku pun bersegera mengemasi
barang-barang yang akan dibawa ke
Sabang sambil menangis, sedih karena
suamiku kini tak ku kenal lagi.
Lima tahun kami menikah dan sudah 2
tahun pula ia menjadi orang asing buatku.
Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh
cinta yang dihiasi foto pernikahan kami,
sekarang menjadi dingin.. sangat dingin
dari batu es. Aku menangis dengan
kebingungan ini. Ingin rasanya aku
berontak berteriak, tapi aku tak
bisa.Suamiku tak suka dengan wanita
yang kasar, ngomong dengan nada tinggi,
suka membanting barang-barang . Dia
bilang perbuatan itu menunjukkan sikap
ketidakhormatan kepadanya. Aku hanya
bisa bersabar menantinya bicara dan
sabar mengobati penyakitku ini, dalam
kesendirianku..
***
Kami telah sampai di Sabang, aku masih
merasa lelah karena semalaman aku
tidak tidur karena terus berpikir. Keluarga
besarnya juga telah berkumpul disana,
termasuk ibu & adik-adiknya. Aku tidak
tahu ada acara apa ini..Aku dan suamiku
pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak
betah didalam kamar tua itu, ia pun
langsung keluar bergabung dengan
keluarga besarnya.
Baru saja aku membongkar koper kami
dan ingin memasukkannya ke dalam
lemari tua yg berada di dekat pintu
kamar, lemari tua yang telah ada
sebelum suamiku lahir, tiba-tiba Tante
Lia, tante yang sangat baik padaku
memanggil ku untuk bersegera
berkumpul diruang tengah, aku pun
menuju ke ruang keluarga yang berada
ditengah rumah besar itu, yang tampak
seperti rumah zaman peninggalan
belanda.
Kemudian aku duduk disamping suamiku,
dan suamiku menunduk penuh dengan
kebisuan, aku tak berani bertanya
padanya.Tiba-tiba saja neneknya, orang
yang dianggap paling tua dan paling
berhak atas semuanya, membuka
pembicaraan.
“Baiklah, karena kalian telah berkumpul,
nenek ingin bicara dengan kau Fisha”.
Neneknya berbicara sangat tegas, dengan
sorot mata yang tajam.
”Ada apa ya Nek?” sahutku dengan penuh
tanya..
Nenek pun menjawab, “Kau telah
bergabung dengan keluarga kami hampir
8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat
tanda-tanda kehamilan yang sempurna
sebab selama ini kau selalu keguguran!!“.
Aku menangis.. untuk inikah aku diundang
kemari? Untuk dihina ataukah dipisahkan
dengan suamiku?
“Sebenarnya kami sudah punya calon
untuk Fikri, dari dulu.. sebelum kau
menikah dengannya. Tapi Fikri anak yang
keras kepala, tak mau di atur,dan
akhirnya menikahlah ia dengan kau.”
Neneknya berbicara sangat lantang,
mungkin logat orang Sabang seperti itu
semua.
Aku hanya bisa tersenyum dan melihat
wajah suamiku yang kosong matanya.
“Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau
pun sudah berkenalan dengannya”,
neneknya masih melanjutkan
pembicaraan itu.
Sedangkan suamiku hanya terdiam saja,
tapi aku lihat air matanya. Ingin aku peluk
suamiku agar ia kuat dengan semua ini,
tapi aku tak punya keberanian itu.
Neneknya masih saja berbicara panjang
lebar dan yang terakhir dari ucapannya
dengan mimik wajah yang sangat
menantang kemudian berkata, “kau
maunya gimana? kau dimadu atau
diceraikan?“
MasyaAllah.. kuatkan hati ini.. aku ingin
jatuh pingsan. Hati ini seakan remuk
mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa
keluarganya bersikap seperti ini
terhadapku..
Aku selalu munutupi masalah ini dari
kedua orang tuaku yang tinggal di pulau
kayu, mereka mengira aku sangat bahagia
2 tahun belakangan ini.
“Fish, jawab!.” Dengan tegas Ibunya
langsung memintaku untuk menjawab.
Aku langsung memegang tangan suamiku.
Dengan tangan yang dingin dan gemetar
aku menjawab dengan tegas.
Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu
dengan imamku, tapi aku dapat
berdiskusi dengannya melalui bathiniah.
‘’Untuk kebaikan dan masa depan
keluarga ini, aku akan menyambut baik
seorang wanita baru dirumah kami..”
Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku
rela cintaku dibagi. Dan pada saat itu
juga suamiku memandangku dengan
tetesan air mata, tapi air mataku tak
sedikit pun menetes di hadapan mereka.
Aku lalu bertanya kepada suamiku, “Ayah
siapakah yang akan menjadi sahabatku
dirumah kita nanti, yah?”
Suamiku menjawab, ”Dia Desi!”
Aku pun langsung menarik napas dan
langsung berbicara, ”Kapan
pernikahannya berlangsung? Apa yang
harus saya siapkan dalam pernikahan ini
Nek?.”
Ayah mertuaku menjawab,
“Pernikahannya 2 minggu lagi.”
”Baiklah kalo begitu saya akan menelpon
pembantu di rumah, untuk menyuruhnya
mengurus KK kami ke kelurahan besok” ,
setelah berbicara seperti itu aku permisi
untuk pamit ke kamar.
Tak tahan lagi.. air mata ini akan turun,
aku berjalan sangat cepat, aku buka pintu
kamar dan aku langsung duduk di tempat
tidur. Ingin berteriak, tapi aku sendiri
disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini,
cintaku telah dibagi. Sakit. Diiringi
akutnya penyakitku..
Apakah karena ini suamiku menjadi orang
yang asing selama 2 tahun belakangan
ini?
Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka
jilbabku, aku bercermin sambil bertanya-
tanya, “sudah tidak cantikkah aku ini?“
Ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku
yang setiap hari rontok. Kulihat wajahku,
ternyata aku memang sudah tidak cantik
lagi, rambutku sudah hampir habis..
kepalaku sudah botak dibagian
tengahnya.
Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka,
ternyata suamiku yang datang, ia berdiri
dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini,
aku bersegera memandangnya dari
cermin meja rias itu.
Kami diam sejenak, lalu aku mulai
pembicaraan, “terima kasih ayah, kamu
memberi sahabat kepada ku. Jadi aku tak
perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu
nanti! Iya kan?.”
Suamiku mengangguk sambil melihat
kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum
dan bertanya kenapa rambutku rontok,
dia hanya mengatakan jangan salah
memakai shampo.
Dalam hatiku bertanya, “mengapa ia
sangat cuek?” dan ia sudah tak
memanjakanku lagi. Lalu dia berkata,
“sudah malam, kita istirahat yuk!“
“Aku sholat isya dulu baru aku tidur”,
jawabku tenang.
Dalam sholat dan dalam tidur aku
menangis. Ku hitung mundur waktu,
kapan aku akan berbagi suami
dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi
pernikahan suamiku.
Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang
juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku
ingin suamiku kembali seperti dulu, yang
sangat memanjakan aku atas rasa sayang
dan cintanya itu..Malam sebelum hari
pernikahan suamiku, aku menulis curahan
hatiku di laptopku.
Di laptop aku menulis saat-saat
terakhirku melihat suamiku, aku marah
pada suamiku yang telah
menelantarkanku. Aku menangis melihat
suamiku yang sedang tidur pulas, apa
salahku? sampai ia berlaku sekejam itu
kepadaku. Aku
save di mydocument yang bertitle “Aku
Mencintaimu Suamiku.”
Hari pernikahan telah tiba, aku telah siap,
tapi aku tak sanggup untuk keluar. Aku
berdiri didekat jendela, aku melihat
matahari, karena mungkin saja aku takkan
bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri
sangat lama.. lalu suamiku yang telah
siap dengan pakaian pengantinnya masuk
dan berbicara padaku.
“Apakah kamu sudah siap?”
Kuhapus airmata yang menetes
diwajahku sambil berkata :
“Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika
kamu membawa ia masuk kedalam
rumah ini, cucilah kakinya sebagaimana
kamu mencuci kakiku dulu, lalu ketika
kalian masuk ke dalam kamar pengantin
bacakan do’a di ubun-ubunnya
sebagaimana yang kamu lakukan padaku
dulu. Lalu setelah itu..”, perkataanku
terhenti karena tak sanggup aku
meneruskan pembicaraan itu, aku ingin
menagis meledak.
Tiba-tiba suamiku menjawab “Lalu apa
Bunda?”
Aku kaget mendengar kata itu, yang
tadinya aku menunduk seketika aku
langsung menatapnya dengan mata yang
berbinar-binar…
“Bisa kamu ulangi apa yang kamu
ucapkan barusan?”, pintaku tuk
menyakini bahwa kuping ini tidak salah
mendengar.
Dia mengangguk dan berkata, ”Baik
bunda akan ayah ulangi, lalu apa bunda?”,
sambil ia mengelus wajah dan
menghapus airmataku, dia agak sedikit
membungkuk karena dia sangat tinggi,
aku hanya sedadanya saja.
Dia tersenyum sambil berkata, ”Kita lihat
saja nanti ya!”. Dia memelukku dan
berkata, “bunda adalah wanita yang
paling kuat yang ayah temui selain
mama”..
Kemudian ia mencium keningku, aku
langsung memeluknya erat dan berkata,
“Ayah, apakah ini akan segera berakhir?
Ayah kemana saja? Mengapa Ayah
berubah? Aku kangen sama Ayah? Aku
kangen belaian kasih sayang Ayah? Aku
kangen dengan manjanya Ayah? Aku
kesepian Ayah? Dan satu hal lagi yang
harus Ayah tau, bahwa aku tidak pernah
berzinah! Dulu.. waktu awal kita pacaran,
aku memang belum bisa melupakannya,
setelah 4 bulan bersama Ayah baru bisa
aku terima, jika yang dihadapanku itu
adalah lelaki yang aku cari. Bukan berarti
aku pernah berzina Ayah.” Aku langsung
bersujud di kakinya dan muncium kaki
imamku sambil berkata, ”Aku minta maaf
Ayah, telah membuatmu susah”.
Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia
hanya menangis.
Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku
menanti dirinya kembali. Tiba-tiba
perutku sakit, ia menyadari bahwa ada
yang tidak beres denganku dan ia
bertanya, ”bunda baik-baik saja kan?”
tanyanya dengan penuh khawatir.
Aku pun menjawab, “bisa memeluk dan
melihat kamu kembali seperti dulu itu
sudah mebuatku baik, Yah. Aku hanya tak
bisa bicara sekarang“. Karena dia akan
menikah. Aku tak mau membuat dia
khawatir. Dia harus khusyu menjalani
acara prosesi akad nikah
tersebut.Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul
pun dimulai. Aku duduk diseberang
suamiku.
Aku melihat suamiku duduk
berdampingan dengan perempuan itu,
membuat hati ini cemburu, ingin
berteriak mengatakan, “Ayah jangan!!”,
tapi aku ingat akan kondisiku.
Jantung ini berdebar kencang saat
mendengar ijab-qabul tersebut. Begitu
ijab-qabul selesai, aku menarik napas
panjang. Tante Lia, tante yang baik itu,
memelukku.. Dalam hati aku berusaha
untuk menguatkan hati ini. Ya… aku kuat.
Tak sanggup aku melihat mereka duduk
bersanding dipelaminan. Orang-orang
yang hadir di acara resepsi itu iba
melihatku, mereka melihatku dengan
tatapan sangat aneh, mungkin melihat
wajahku yang selalu tersenyum, tapi
dibalik itu.. hatiku menangis.
Sampai dirumah, suamiku langsung
masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak
mencuci kakinya. Aku sangat heran
dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak
suka dengan pernikahan ini?
Sementara itu Desi disambut hangat di
dalam keluarga suamiku, tak seperti aku
dahulu, yang di musuhi.
Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana
bisa? Suamiku akan tidur dengan
perempuan yang sangat aku cemburui.
Aku tak tahu apa yang sedang mereka
lakukan didalam sana.
Sepertiga malam pada saat aku ingin
sholat lail aku keluar untuk berwudhu,
lalu aku melihat ada lelaki yang mirip
suamiku tidur disofa ruang tengah.
Kudekati lalu kulihat. Masya Allah..
suamiku tak tidur dengan wanita itu, ia
ternyata tidur disofa, aku duduk disofa
itu sambil menghelus wajahnya yang
lelah, tiba-tiba ia memegang tangan
kiriku, tentu saja aku kaget.
“Kamu datang ke sini, aku pun tahu”, ia
berkata seperti itu. Aku tersenyum dan
megajaknya sholat lail. Setelah sholat lail
ia berkata, “maafkan aku, aku tak boleh
menyakitimu, kamu menderita karena
ego nya aku. Besok kita pulang ke
Jakarta, biar Desi pulang dengan mama,
papa dan juga adik-adikku ”
Aku menatapnya dengan penuh
keheranan. Tapi ia langsung mengajakku
untuk istirahat. Saat tidur ia memelukku
sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah
lama ini tidak terjadi. Ya Allah.. apakah
Engkau akan menyuruh malaikat maut
untuk mengambil nyawaku sekarang ini,
karena aku telah merasakan
kehadirannya saat ini. Tapi.. masih
bisakah engkau ijinkan aku untuk
merasakan kehangatan dari suamiku yang
telah hilang selama 2 tahun ini..
Suamiku berbisik, “Bunda kok kurus?”
Aku menangis dalam kebisuan.
Pelukannya masih bisa aku rasakan.
Aku pun berkata, “Ayah kenapa tidak
tidur dengan Desi?”
”Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak
mau menyakitimu lagi. Kamu sudah
sering terluka oleh sikapku yang egois.”
Dengan lembut suamiku menjawab
seperti itu.
Lalu suamiku berkata, ”Bun, Ayah minta
maaf telah menelantarkan bunda..
Selama ayah di Sabang, ayah dengar
kalau bunda tidak tulus mencintai ayah,
bunda seperti mengejar sesuatu,
seperti mengejar harta ayah dan satu
lagi.. ayah pernah melihat sms bunda
dengan mantan pacar bunda dimana
isinya kalau bunda gak mau berbuat
“seperti itu” dan tulisan seperti itu diberi
tanda kutip (“seperti itu”). Ayah ingin
ngomong tapi takut bunda tersinggung
dan ayah berpikir kalau bunda pernah
tidur dengannya sebelum bunda bertemu
ayah, terus ayah dimarahi oleh keluarga
ayah karena ayah terlalu memanjakan
bunda..”
Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku,
ketika tidak ada kepercayaan di dirinya,
hanya karena omongan keluarganya yang
tidak pernah melihat betapa tulusnya aku
mencintai pasangan seumur hidupku ini.
Aku hanya menjawab, “Aku sudah
ceritakan itu kan Yah.. Aku tidak pernah
berzinah dan aku mencintaimu setulus
hatiku, jika aku hanya mengejar hartamu,
mengapa aku memilih kamu? Padahal
banyak lelaki yang lebih mapan darimu
waktu itu Yah.. Jika aku hanya mengejar
hartamu, aku tak mungkin setiap hari
menangis karena menderita
mencintaimu..“
Entah aku harus bahagia atau aku harus
sedih karena sahabatku sendirian
dikamar pengantin itu. Malam itu, aku
menyelesaikan masalahku dengan
suamiku dan berusaha memaafkannya
beserta sikap keluarganya juga.
Karena aku tak mau mati dalam hati yang
penuh dengan rasa benci.
Keesokan harinya…
Ketika aku ingin terbangun untuk
mengambil wudhu, kepalaku pusing,
rahimku sakit sekali.. aku mengalami
pendarahan dan suamiku kaget bukan
main, ia langsung menggendongku.
Aku pun dilarikan ke rumah sakit..
Dari kejauhan aku mendengar suara zikir
suamiku..
Aku merasakan tanganku basah..
Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah
suamiku penuh dengan rasa
kekhawatiran.
Ia menggenggam tanganku dengan erat..
Dan mengatakan, ”Bunda, Ayah minta
maaf…”
Berkali-kali ia mengucapkan hal itu.
Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang
terjadi padaku?
Aku berkata dengan suara yang lirih,
”Yah, bunda ingin pulang.. bunda ingin
bertemu kedua orang tua bunda, anterin
bunda kesana ya, Yah..”
“Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya,
Yah… !!! Bunda sayang banget sama
Ayah.”
Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit,
sakitnya semakin keatas, kakiku sudah
tak bisa bergerak lagi.. aku tak kuat lagi
memegang tangan suamiku. Kulihat
wajahnya yang tampan, berlinang air
mata.
Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan
kalimat syahadat dan ditutup dengan
kalimat tahlil.
Aku bahagia melihat suamiku punya
pengganti diriku..
Aku bahagia selalu melayaninya dalam
suka dan duka..
Menemaninya dalam ketika ia mengalami
kesulitan dari kami pacaran sampai kami
menikah.
Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah
nafasku.
Untuk Ibu mertuaku : “Maafkan aku telah
hadir didalam kehidupan anakmu sampai
aku hidup didalam hati anakmu.
Ketahuilah Ma.. dari dulu aku selalu
berdo’a agar Mama merestui hubungan
kami.
Mengapa engkau fitnah diriku didepan
suamiku, apa engkau punya buktinya Ma?
Mengapa engkau sangat cemburu padaku
Ma?
Fikri tetap milikmu Ma, aku tak pernah
menyuruhnya untuk durhaka kepadamu,
dari dulu aku selalu mengerti apa yang
kamu inginkan dari anakmu, tapi
mengapa kau benci diriku.. Dengan Desi
kau sangat baik tetapi denganku
menantumu kau bersikap sebaliknya..”
Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan
istriku.
==========================
===========================
Ayah, mengapa keluargamu sangat
membenciku?
Aku dihina oleh mereka ayah..
Mengapa mereka bisa baik terhadapku
pada saat ada dirimu?
Pernah suatu ketika aku bertemu Dian di
jalan, aku menegurnya karena dia adik
iparku tapi aku disambut dengan wajah
ketidaksukaannya. Sangat terlihat Ayah..
Tapi ketika engkau bersamaku, Dian
sangat baik, sangat manis dan ia
memanggilku dengan panggilan yang
sangat menghormatiku. Mengapa seperti
itu ayah ?
Aku tak bisa berbicara tentang ini
padamu, karena aku tahu kamu pasti
membela adikmu, tak ada gunanya Yah..
Aku diusir dari rumah sakit.
Aku tak boleh merawat suamiku.
Aku cemburu pada Desi yang sangat
akrab dengan mertuaku.
Tiap hari ia datang ke rumah sakit
bersama mertuaku.
Aku sangat marah..
Jika aku membicarakan hal ini pada
suamiku, ia akan pasti membela Desi dan
ibunya..
Aku tak mau sakit hati lagi..
Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku..
Engkau Maha Adil..
Berilah keadilan ini padaku, Ya Allah..
Ayah sudah berubah, ayah sudah tak
sayang lagi pada ku..
Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak
akan bermanja-manja lagi padamu..
Aku kuat ayah dalam kesakitan ini..
Lihatlah ayah, aku kuat walaupun
penyakit kanker ini terus menyerangku..
Aku bisa melakukan ini semua sendiri
ayah..
Besok suamiku akan menikah dengan
perempuan itu. Perempuan yang aku
benci, yang aku cemburui, tapi aku tak
boleh egois, ini untuk kebahagian
keluarga suamiku. Aku harus sadar diri.
Ayah, sebenarnya aku tak mau diduakan
olehmu..
Mengapa harus Desi yang menjadi
sahabatku?
Ayah.. aku masih tak rela..
Tapi aku harus ikhlas menerimanya.
Pagi nanti suamiku melangsungkan
pernikahan keduanya. Semoga saja aku
masih punya waktu untuk melihatnya
tersenyum untukku. Aku ingin sekali
merasakan kasih sayangnya yang terakhir.
Sebelum ajal ini menjemputku.
''Ayah.. aku kangen Ayah..''
==================================================
===
’’Dan kini aku telah membawamu ke
orang tuamu, Bunda..
Aku akan mengunjungimu sebulan sekali
bersama Desi di Pulau Kayu ini.
Aku akan selalu membawakanmu bunga
mawar yang berwana pink yang
mencerminkan keceriaan hatimu yang
sakit tertusuk duri.’’
Bunda tetap cantik, selalu tersenyum
disaat tidur..
Bunda akan selalu hidup dihati ayah..
Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak
pernah marah..
Desi sangat berbeda denganmu, ia tak
pernah membersihkan telingaku,
rambutku tak pernah di creambathnya,
kakiku pun tak pernah dicucinya.
Ayah menyesal telah menelantarkanmu
selama 2 tahun, kamu sakit pun aku tak
perduli, hidup dalam kesendirianmu..
Seandainya Ayah tak menelantarkan
Bunda, mungkin Ayah masih bisa tidur
dengan belaian tangan Bunda yang halus..
Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat
membutuhkan bunda..
Bunda.. kamu wanita yang paling tegar
yang pernah kutemui..
Aku menyesal telah asik dalam ke-
egoanku..
Bunda.. maafkan aku.. Bunda tidur tetap
manis. Senyum manjamu terlihat di
tidurmu yang panjang..
’’Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan
membahagiakanmu, aku selalu meng-
iyakan apa kata ibuku, karena aku takut
menjadi anak durhaka.
Maafkan aku ketika kau di fitnah oleh
keluargaku, aku percaya begitu saja..
Apakah Bunda akan mendapat pengganti
ayah di surga sana?
Apakah Bunda tetap menanti ayah
disana? Tetap setia dialam sana?
Tunggulah Ayah disana Bunda..
Bisakan? Seperti Bunda menunggu ayah
di sini.. Aku mohon..
’’Ayah Sayang Bunda…."
Source :
bagorfunnyblogspotcoid.blogspot.com
Referensi Lainnya : http://
kembanganggrek2.blogspot .com/
Sunday, 20 November 2011
Aku dari Tulang Rusuk Adam,,,
jangan pernah segan menegurku bila aku salah di matamu,karena sungguh,Allah membentuk hatiku dari daging yang paling lembut agar ku mudah tersentuh dengan segala nasihat.
Mataku begitu mudah menangis dengan sentuhan sedikit saja.Namun ingatlah adam,aku
hawa dari tulang rusukmu yang paling bengkok,maka fitrahku memang untuk bengkok,maka jgn memaksa untuk meluruskanku,karena kau akan
menemukanku patah,sekali ku patah tak akan mampu kau sambung lagi,Namun,jangan pula membiarkanku terus dlm bengkok,tapi cobalah meluruskanku dengan hikmah,dengan
bijaksana.
Maka kaupun akan menemukanku lurus bahkan mampu mengokohkanmu,,, :)
via Kembang Anggrek